A. Pengertian Ekonomi Islam
Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh
bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang
bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid.
Kedudukan mursyid memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam
memberikan curah pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan
tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan
memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan
kharismanya.
B. Dasar Ekonomi Islam
Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika).
1. Pondasi nilai-nilai keimanan
Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan
pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa
manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh
kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh
kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu
mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan
menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30
Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai
keimanan maka akan berdampak positif terhadap mental dan pemikiran
pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu antara lain;
Pertama; memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar
Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan
dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang
diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan
menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah,
sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal
kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q S Adz – Dzariyaat, [51]: 56
Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam
bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk
tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan
disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan
diputuskan secara spiritual.
Kedua; proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah
Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan
berdampak positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas.
kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented),
akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha
menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam
Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Ketiga, dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat (ukhrawi)
Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai
hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam
kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap
rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang karena masih ada
keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah
SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-
rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
2. Pondasi Syariah
Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek
lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu,
sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan
keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah
asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam
banyak memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi
baik secara eksplisit maupun inplisit.
Diantara prinsif itu adalah sebagai berikut;
1) Ta'awun (saling membantu)
Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa
menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi.
Dalam pandangan islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan)
dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun
(saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.
Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan
terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap
monopoli. Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk
membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya
tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga
penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa
bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan
meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.
2) Keadilan
Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya.
Sikap adil sangat diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam
tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang terlibat dalam
kegiatan ekonomi akan memberikan dan mendapatkan hak-haknya dengan
benar. Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan
kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun (aniaya).
Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil,
karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3) Logis dan rasional tidak emosional
Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat
manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat
Allah, baik ayat quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh
syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam
beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal
sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus
bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai
contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan islam di sebuah daerah
jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus
diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi
yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.
4) Professional
Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan
berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah
menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”.
Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen
jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang
akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang
kokoh, planning yang terarah, tindakan dan perhitungan ekonomi yang
cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator pada propesionalime
ekonomi
3. Pondasi Ihsan Etika Islam
Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap
bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih
terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri
yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya
Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut;
1. Amanah (jujur)
Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman.
Sifat ini muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang
memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh
komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik
dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan
berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong
karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.
2. Sabar
Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi.
Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa
diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha
tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak
dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi
dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.
Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:
Pertama, segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja
Kedua, akan siap menghadapi berbagai bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya.
Ketiga, akan mampu mengklasifikasi kendala dan menempatkannya sehingga akan mendapatkan solusi yang tepat.
3. Tawakal
Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari <span>wakala</span> yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah
SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang
pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil
usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung
atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah
tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung
tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa.
Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5
4. Qanaah
Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha.
Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang
khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk
mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha
yang dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang
murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia
akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok
terhindar dari sikap boros dan mubadzir.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26
5. Wara
Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi.
Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang
sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para
pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol
usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh.
Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi.
Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal
yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan
produktif.
KONSEP UMUM PEMBERDAYAAN
A. STRATEGI UMUM
1. Pembinaan dari dalam
Syekh Murysid Al-Idrisiyyah memberikan visualisasi dan pemahaman
kepada jamaah mengenai peran serta umat manusia dalam menciptakan nuansa
kehidupan yang harmonis dinamis dan progres. Di antara hal yang cukup
menarik adalah dengan pengenalan konsep zuhud dan tawakkal.
Zuhud dalam perspektif yang disampaikan oleh beliau adalah ‘sikap dan kemampuan diri dalam menguasai kehidupan dan tidak dikuasai kehidupan’; dan atau ‘kemampuan diri dalam mengendalikan hidup dan tidak dikendalikan hidup’.
Prinsif dasar dari konsep zuhud tersebut, memberikan dampak implikasi
yang sangat epektif bagi kehidupan jama’ah, terutama dalam pengambilan
peran serta dikehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.
Adapun konsep tawakkal dalam penjabarannya, adalah ‘sikap hati
menerima seutuhnya atas segala bentuk keputusan yang ditetapkan oleh
Allah SWT baik dari sisi nikmat dan atau pun dari sisi mushibah, dengan
penuh rasa syukur dan sabar’.
Dalam konsep tawakkal pun terdapat dua unsur yang cukup urgens.
Yaitu; do’a oftimal dan ikhtiyar maksimal. Sehingga akan melahirkan
kondisi stabilitas, dimana setiap urusan tidak disikapi dengan penuh
emosional; akan tetapi senantiasa dianalisa secara rasional dan
diputuskan dengan spiritual.
2. Peran aktif jama’ah dalam unit-unit usaha yayasan
Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah dalam operasionalnya, didukung oleh
yayasan Al-Idrisiyyah yang telah didirikan sejak tahun 1977 dan kemudian
mengalami beberapa perubahan mengenai aktivitas dan pengurus yayasan
yaitu pada tahun 1986 dan Koperasi Pondok Pesantren Fat-hiyyah yang
telah didirikan sejak tahun 1981.
Ada tiga hal yang menjadi orientasi program (planning master) Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah, yaitu; Peribadatan – Dakwah, Pendidikan dan Peningkatan Kesejahteraan.
Dalam upaya peningkatan kesejahteraan pengurus, jamaah dan warga
masyarakat, maka telah didirikan dan dikembangkan beberapa sektor
kelolaan untit-unit usaha. Seperti; Waserda Qini Mart, Unit peternakan
Sapi Perah, Unit Simpan Pinjam (USP), klinik Kesehatan – pengobatan Ad
Dawa’, Jasa isi ulang air minum Qini Fresh dan unit peternakan udang.
Maka untuk meningkatan kualitas pemahaman keterampilan dan sikap bagi
pengelola dan karyawan. Ada beberapa upaya yang telah ditempuh
diantaranya dengan menyertakan pengelola dan karyawan dalam
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Al-Idrisiyyah
ataupun yang diselenggarakan oleh pemerintah tingkat daerah, propinsi
maupun tingkat nasional; dan melakukan kegiatan studi banding ke
beberapa tempat usaha, sesuai dengan jenis kebutuhan unit usaha yang
dikelola. Hal tersebut dilakukan, supaya pengelola dan karyawan menjadi
pribadi-pribadi yang memiliki kesiapan secara utuh dan menyeluruh;
acountabilty dan responsibity (bertanggung jawab dan dapat
dipertanggungjawabkan) memiliki sikap optimis dan semangat tinggi;
memiliki kesiapan mental; kejernihan hati; ketulusan jiwa serta
totalitas iman dan kepasrahan diri akan Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar