IMPLEMENTASI SYIRKAH INAN DALAM OPERASIONAL KOPERASI SYARIAH
(Studi di : Bmt An-Naafi’, Batanghari, Lampung Timur)
SKRIPSI
Oleh:
Deden Kurniawan
NPM.1296509
Program Studi : Hukum Ekonomi Syari’ah (HESy)
Jurusan : Syari’ah dan Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
1438 H / 2016 M
IMPLEMENTASI
SYIRKAH INAN DALAM OPERASIONAL KOPERASI SYARIAH
(Studi
di : BMT AN-NAAFI’, Batanghari, Lampung Timur)
Diajukan Untuk
memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi
Syariah (S.H)
Oleh:
DEDEN KURNIAWAN
NPM.
1296509
Pembimbing I : Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag
Pembimbing II : Zumaroh,
M.E.Sy
Program
Studi : Hukum Ekonomi Syariah
Jurusan:
Syariah dan Ekonomi Islam
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
1437 H/ 2016 M
IMPLEMENTASI
SYIRKAH INAN DALAM OPERASIONAL KOPERASI SYARIAH
(Studi di : BMT An-Naafi’, Batanghari, Lampung
Timur)
ABSTRAK
Oleh:
DEDEN KURNIAWAN
Syirkah Inan adalah suatu kerjasama yang dilakukan antara dua
pihak atau lebih dalam menjalankan suatu usaha untuk memperoleh sesuatu dimana
segala bentuk baik itu modal, pekerjaan, dan bagi hasil dibagikan secara merata
dan dalam porsi yang dibagi berdasarkan kesepakatan. Sedangkan konsep operasional
dalam koperasi syariah di BMT An-Naafi’ menggunakan sistim syirkah inan.
Terlepas dari hal tersebut, penerapan syirkah
inan yang dilakukan oleh para pihak telah memenuhi rukun dan syarat. Peneliti
akan mengkaji secara mendalam terkait dengan bagaiamana implementasi
syirkah inan dalam operasional koperasi
syariah yang terjadi di BMT An –Naafi’ di Batanghari. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana implementasi syirkah inan dalam operasional
di BMT An-Naafi’. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan tentang syirkah inan dalam operasional koperasi syariah.
Metode
penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian
Lapangan (Field Research), bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data yang peneliti gunakan
adalah sumber data primer diperoleh dari penjual dan pembeli. Sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku,
internet dan kepustakaan lainnya. Metode pengumpulan data, peneliti
menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Teknik penjamin keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
pemeriksaan trianggulasi dengan metode. Metode analisis data peneliti menggunakan analisis
data kualitatif yang bersifat dengan
mengunakan cara berfikir induktif.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa penerapan syirkah inan telah sesuai dengan sebagaimana mestinya
dan telah sesuai dengan syarat dan rukun syirkah inan. Alternatif yang
digunakan dalam penerapan syirkah inan adalah dengan cara melakukan
penambahan pekerja agar pekerjaan yang dilakukan antara satu pihak tidak tumpang
tindih dan dapat dikerjakan secara proporsional.
Kata kunci: Syirkah Inan,
Operasional
HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv
HALAMAN ABSTRAK....................................................................................... v
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN.................................................. vi
HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ viii
HALAMAN KATA PENGANTAR................................................................... ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Pertanyaan
Penelitian............................................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 4
D. Penelitian Relevan................................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................... 8
A. Syirkah Inan.......................................................................................... 8
1.
Pengertian Syirkah Inan............................................................ ....... 8
2.
Dasar Hukum Syirkah .............................................................. ..... 10
3.
Syarat
dan Rukun Syirkah Inan................................................ ..... 12
B. Koperasi Syariah................................................................................. 16
1. Pengertian Koperasi Syariah.......................................................... 16
2. Dasar Hukum Koperasi Syariah..................................................... 18
3. Tujuan Koperasi Syariah ............................................................... 20
4. Operasional Koperasi Syariah........................................................ 21
5. BMT Sebagai LKM Berbadan Hukum Koperasi Syariah.............. 23
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 26
A.
Jenis dan Sifat Penelitian.......................................................... ..... 26
B.
Sumber Data................................................................................... 27
C.
Teknik Pengumpulan Data............................................................. 28
D.
Teknik Penjamin Keabsahan Data.................................................. 30
E.
Teknik Analisa Data....................................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 33
A. Profil BMT An-Naafi’ Batanghari.................................................... 33
1. Sejarah dan Perkembangan BMT An-Naafi’ Batanghari............. 33
2. Visi dan Misi BMT An-Naafi’ Batanghari.................................. 35
3. Struktur Organisasi BMT An-Naafi’ Batanghari......................... 36
4.
Tugas dan
Fungsi Pengurus di BMT An-Naafi’ Batanghari.. ..... 37
B. Sistem Operasional Pada BMT An-Naafi’ Batanghari..................... 39
1.
Hak dan Kewajiban Anggota..................................................... 40
2.
Hak dan Kewajiban Pengelola.................................................... 43
3.
Sisa Hasil Usaha ( SHU )............................................................ 46
C. Implementasi Syirkah
Inan Pada BMT An-Naafi’ Batanghari......... 48
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 53
A. Kesimpulan......................................................................................... 53
B. Saran................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kehadiran lembaga keuangan baik
syariah maupun konvensional menjadi salah satu faktor utama berkembangnya
aktivitas perekonomian masyarakat seperti Bank, BMT, dan Koperasi. Lembaga keuangan tersebut berperan penting
dalam pengembangan usaha masyarakat, seperti dalam hal peminjaman modal,
pembiayaan dan perkreditan, sehingga perkembangan lembaga keuangan ditengah
masyarakat sangat pesat.
Kehadiran lembaga keuangan syariah
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, melihat mayoritas masyarakat di
Indonesia ialah beragama Islam. Hal ini dapat dilihat dari maraknya lembaga keuangan berbasis syariah yang
berkembang di Indonesia.
Lembaga keuangan syariah saat ini sangat mudah ditemui di berbagai sudut daerah
atau wilayah, bahkan di pelosok-pelosok pedesaan kini banyak sekali bermunculan
lembaga keuangan syariah.
Pelaksanakan
perkongsian atau kemitraan yang lebih sering dikenal dengan Syirkah, tentunya
harus dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan yang sama. Kemitraan atau Syirkah
memberi peluang untuk lebih efektif dan lebih membangkitkan etos kerja
dibandingkan dengan melakukan pinjaman, baik ke perorangan maupun ke bank.
Dilihat dari proses kemitraan, semua
orang yang bergabung bersama-sama mempunyai tanggung jawab dan hak yang
seimbang sesuai dengan besarnya saham yang dimiliki. Semua mempunyai kedudukan
yang sejajar dan sama-sama punya tanggung jawab untuk memajukan usaha yang
dikelola.[1]
Jika dilihat
dari hubungan kerja dan dikaitkan dengan perolehan keuntungan maka peminjaman
melalui lembaga keuangan akan menambah rentetan pihak yang terlibat di dalam
perolehan hasil. Karena banyak lembaga keuangan pada dasarnya merupakan
perantara antara debitur dan kreditur, yang mencari keuntungan dari usahanya
sebagai Lembaga Intermedian. Dengan akad Syirkah, maka keuntungan yang
diperoleh oleh pemilik modal tidak mengarah pada riba. Bentuk kerjasama (Syirkah)
ini banyak diterapkan pada operasional BMT atau Koperasi Syariah.
Menurut Nur S Buchori, konsep utama
operasional dalam koperasi syariah ialah menggunakan akad Syirkah Mufawadhah.[2] Dalam operasional koperasi syariah,
masing-masing partner menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban, tidak
diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar pula dibandingkan dengan partner lainnya.[3]
Proporsi keuntungan dibagi antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan
sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.[4]
Jika dilihat
pada praktiknya, penyetaraan dalam operasional koperasi syariah pada saat ini
memang sukar ditemukan, khususnya jika dikaitkan dengan akad syirkah
mufawadhah. Hal ini di temukan pada BMT An-Naafi’
Batanghari Lampung Timur. BMT An-Naafi’ yang didirikan oleh 4 orang penggagas yaitu
Suryadi ,Tri Gondo Margono, Madun Sarpin, dan Sujarwo. BMT An-Naafi’ berdiri
pada tanggal 31 Desember 2012, Badan Hukum :
02 /BH/X.7/I/2014, yang kemudian berkembang hingga saat
ini dan memiliki 28 anggota. Untuk pembagian modal BMT An-Naafi’ hanya bermodalkan
Rp 7.250.000 yang diperoleh dari iuran 28 orang anggota. Dalam pengelolaanya,
BMT An-Naafi’ ditunjuk beberapa anggota lainya untuk mengelola dana. Sedangkan
anggota lainya tidak ikut mengelola, dan hanya dihadirkan pada saat rapat
anggota saja. Anggota pengelola diberikan
amanah untuk menjalankan, mulai dari perekrutan karyawan hingga pengelolaan
produk-produk yang ada pada BMT An-Naafi’. Dalam pembagian hasil di BMT
AN-NAAFI’ dibagi atas beberapa bagian, yaitu untuk pengurus atau anggota sebesar
40% dan untuk pengelola sebesar 12,5 %, kemudian sisanya 47,5 % untuk cadangan
modal, dana sosial, pendidikan dan pembangunan.[5]
Jika dikaji lagi proses penerapan syirkah yang dilakukan oleh BMT
An-Naafi’ ialah dengan menggunakan syirkah inan, namun pada teori yang
dikemukakan Nur S Buchori menyebutkan bahwa operasional dalam koperasi syariah
ialah dengan syirkah mufawadhah.
Berangkat dari latar belakang
permasalahan yang telah dikemukakan dan kaji secara mendalam tentang implementasi
Syirkah Inan dalam operasional koperasi
syariah di BMT An-Naafi’ Batanghari, Lampung Timur.
B.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana pelaksanaan Syirkah di BMT An-Naafi’?
2.
Bagaimana implementasi
Syirkah inan di BMT An-Naafi’?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang
dirumuskan di atas maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian
ini adalah:
a.
“Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Syirkah
di BMT An-Naafi ”
b.
“Untuk mengetahui bagaimana implementasi Syirkah inan di BMT An-Naafi’ ”
2.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat atau kegunaan yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a.
Manfaat teoritis: dari penelitian ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu, serta
menambah wawasan tentang hukum syirkah inan dalam koperasi
syariah.
b.
Manfaat praktis: penelitian ini
dapat dijadikan acuan bagi masyarakat di Batanghari dalam
melakukan kerjasama perserikatan baik perorangan maupun badan usaha.
D. Penelitian
Relevan
Penelitian relevan yang terkait (Prior Risearch) di penelitian ini
dimulai dengan mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian
yang telah dilakukan, penelitian relevan penting untuk membandingkan penelitian
yang telah dilakukan yang telah lalu dari berbagai sumber dengan tujuan
menjawab persamaan dan perbedaan permasalahanya serta metode penelitian nya.
Setelah dilakukan peninjauan kembali penelitian yang terkait, penulis menemukan
beberapa pustaka yang terkait dengan tema penelitian ini, diantaranya: Penelitian yang dilakukan oleh Afifah
Nuriastuti dengan judul: Akad Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(Studi Tentang Unsur-Unsur Mazhab Hanafi dan Maliki). Penelitian ini berisikan
tentang perbandingan unsur akad syirkah dalam mazhab Hanafi dan Maliki
yang mana perbedaan terdapat dalam rukun, syarat dan macam-macam akad syirkah.
Sedangkan persamaan nya terdapat pada pengertian syirkah, sebagian rukun
dan akad syirkah. Dalam perbandingan unsur-unsur akad syirkah
antara mazhab Hanafi dan Maliki dalam KHES, lebih banyak condong ke pada mazhab
Hanafi, karena dalam mazhab Hanafi ketentuan syirkah tidak terlalu ketat
pengaturanya sehingga banyak yang diperbolehkan pada mazhab Hanafi
diperbolehkan juga pada KHES. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah peneletian
hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang mengkaji bahan hukum baik dalam
peraturan perundang-undangan maupun buku dan jurnal.[6]
Penelitian yang dilakukan oleh
Rulinda Nur Mustafida dengan judul : Penerapan Akad Musyarakah
Pada Pengelolaan Koperasi Wanita Asri Di Desa Tenggong Kecamatan Rejotangan
Kabupaten Tulungagung Ditinjau Dari Hukum Ekonomi Syariah. Penelitian ini
berisikan tentang penerapan akad musyarakah yang dilakukan para anggota
Koperasi Wanita ASRI di Desa Tenggong Kecamatan Rejotangan Kabupaten
Tulungagung pandangan hukum ekonomi syariah terhadap akad musyarakah
yang dilakukan para anggota Koperasi Wanita ASRI di Desa Tenggong Kecamatan
Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Pengelolaan Koperasi Wanita ASRI yang
dilakukan para anggota dapat dikatakan melakukan akad musyarakah pada
bagian Syirkah ‘Inan pada pasal 173-177 hal ini dapat dilihat dari rukun
dan syarat Syirkah yang telah
dilakukan para anggota Koperasi Wanita ASRI. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah pendekatan penelitian kualitatif. Data dalam penelitian
ini terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, metode wawancara, dan
metode dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang berhasil dikumpulkan dari
lokasi penelitian langkah selanjutya dianalisis, dan disajikan secara tertulis
dalam laporan tersebut.[7]
Dari beberapa hasil penelitian yang
dilakukan di atas, dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan
memiliki kajian yang berbeda, walaupun memiliki fokus kajian yang sama pada
tema-tema tertentu. Akan tetapi, dalam penelitian yang dikaji lebih ditekankan
pada implementasi syirkah inan dalam operasional koperasi syariah,
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Syirkah
Inan
1.
Pengertian
Syirkah Inan
Syirkah
menurut
bahasa ialah al-ikhtilath yang
berarti campur atau percampuran, maksudnya ialah penyatuan harta seseorang
dengan orang lain sehingga tidak mungkin
untuk dibedakan.[8] Syirkah Inan ialah kerja sama antara
dua pihak atau lebih dalam mendirikan suatu usaha atau badan dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusinya baik berupa modal, pembagian
keuntungan, pekerjaan, dan kerugian ditanggung secara bersama-sama dan dibagi
dalam porsi yang sesuai dengan kesepakatan dan tanggung jawab oleh
masing-masing pihak.[9]
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) juga disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Syirkah Inan ialah kerjasama antara dua pihak untuk
melakukan suatu usaha yang dilakukan dengan jumlah modal yang sama dan
keuntungan serta kerugian dibagi sesuai kesepakatan. dapat dipahami bahwa dalam
syirkah Inan semua pihak yang berkongsi dapat berkontribusi antara modal
dan kerja. Masalah modal, para pihak tida harus menyerahkan modal yang sama.
Resiko dan keuntungan ditanggung kesepakatan.
Hanya saja apabila terjadi akibat kelalaian salah seorang pihak maka pihak tersebut yang menanggung kerugian. Bunyi Pasal 175 KHES menyebutkan bahwa:
1. Para
pihak dalam syirkah inan tidak wajib untuk menyerahkan semua sumber
uangnya sebagai sumber dana modal.
2. Para
pihak dibolehkan mempunyai harta yang terpisah dari modal syirkah inan.[10]
Makna
dari Syirkah Inan ialah, jika salah pihak dari dua pihak yang berserikat menyerahkan kepada pihak lain untuk
membelanjakan hartanya, baik dengan hadir atau ketidak hadiranya. Dan ini
berkenaan dengan semua macam hak milik.[11]
Dari
keterangan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah Inan ialah
suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak
yang terlibat memberikan kontribusinya yang dilakukan sesuai kesepakatan antara
satu pihak dengan pihak lainya, baik itu secara modal, tanggung jawab, resiko
dan pembagian keuntungan..
2. Dasar Hukum Syirkah
Syirkah mempunyai
landasan hukum yang kuat, baik al-Quran, al-Sunnah, ijma dan dasar hukum
lainya. Dasar hukum dalam al-Quran antara lain sebagai berikut :
Firman Allah dalam surat Sad ayat 24: [12]
وَاِنَّ كَشِيرًا مِنَ الخُلَطَاءِ لَيَبْغِي
بَعْضُهُمْ عَلَي بَعْضٍ اِلاَّ الَّذِ ين...َ اَمَنُواوَعَمِلُوا الصَّا لِحَا تِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
“…Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh dan amat sedikitlah mereka ini”[13]
Penafsiran dari
ayat ini ialah “ Dan sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang berserikat
itu, sebagian mereka benar-benar berbuat lalim kepada sebagian lainnya, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. Dan amat sedikitlah
mereka ini.” Wa inna katsiram minal khulatha-i (dan sesungguhnya banyak
di antara orang-orang yang berserikat itu), yakni banyak di antara orang-orang
yang berserikat dan mengadakan rekanan. La yabghi ba‘dluhum ‘ala ba‘dlin
(sebagian mereka benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya), yakni
benar-benar berbuat zalim kepada yang lain. Illal ladzina amanu (kecuali
orang-orang yang beriman) kepada Allah Ta‘ala. Wa ‘amilush shalihati
(dan mengerjakan amal-amal saleh), yakni ketaatan-ketaatan yang berhubungan
dengan Rabb-nya. Wa qalilum ma hum (dan amat sedikitlah mereka ini),
yakni yang tidak berbuat zalim. Kemudian kedua malaikat itu keluar melalui
tempat mereka masuk.[14]
Kemudian dasar hukum syirkah dari
al-Hadis antara lain ialah sebagai berikut: Hadis riwayat dari Abu Hurairah. [15]
عَنْ أَبِي حَيَّانَ التَّيْمِيِّ،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَفَعَهُ قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ
يَقُولُ:أَنَا
ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَهُ
خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا "
“Dari Abu Hayyan al-Taimi dari ayahnya
dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, seseungguhnya Allah SWT berfirman: ‘Aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selsama salah satu dari
mereka tidak menghianati lainya, apabila salah seorang diantara mereka
menghianati lainya, maka aku keluar dari persekutuan mereka [16]
Hadis
ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam suatu usaha , maka Allah ikut menemani
dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada yang menghianati temanya. Kenyataan
memperlihatkan bahwa nama perkoperasian jadi jatuh nilainya disebabkan banyak
terjadi penyelewengan oleh pengurusnya, sehingga perkoperasian dianggap
bangkrut dan sebagainya, karena ada sebagian yang menyalah gunakan kekayaan perkoperasian.
Inilah yang diperingatkan oleh Allah SWT, bahwa dalam perserikatan banyak jalan
dan cara yang memungkinkan orang berkhianat sesama anggotanya. Itulah perkoperasian
yang dijauhi dan yang diangkat berkah-Nya oleh Allah SWT. Untuk mengembalikan
citra koperasi ke tempat yang seharusnya, maka kejujuran harus diterapkan
kembali.[17]
Dari
landasan hukum mengenai Syirkah Inan di atas baik dari Al-Quran maupun
Al-Hadis dapat dipahami bahwa Islam
telah mengatur perserikatan ( Syirkah ) dengan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan, serta tata cara dalam menjalankan suatu perserikatan dan hubungan anatara
satu pihak dangan pihak yang lain dalam perserikatan tersebut untuk diterapkan
agar tercapainya nilai-nilai kemaslahatan dan menjadikan sebuah pencitraan yang
baik atas perserikatan ( Syirkah ) itu sendiri dan yang terpenting ialah
mendapatkan keberkahan dan ridho dari Allah SWT.
3.
Syarat
dan Rukun Syirkah Inan
Sesuatu yang bertalian dengan syirkah
mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan:
a. Modal
(pokok harta) dalam siyrkah Inan tidak harus sama dan hendaknya nyata diberikan pada saat akad.
b. Bagi
yang bersiyrkah ahli untuk kafalah.
c. Bagi
yang dijadikan objek akad disyaratkan siyrkah
umum, yaitu pada semua macam jual
beli atau perdagangan.
d. Mengeluarkan
kata-kata yang menunjukan izin masing-masing anggota kepada pihak yang akan
mengendalikan harta itu.
e. Anggota
haruslah saling percaya satu sama lain, sebab masing-masing dari mereka ialah
wakil dari anggota yang lainya.
f. Mencampurkan
harta menjadi satu sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik harta
berupa mata uang maupun harta lainya. [18]
Dari keterangan diatas dapat dipahami
bahwa syarat dan rukun syirkah inan ialah antara modal, pekerjaan, bagi
hasil dan resiko harus sama besarnya, kemudian pihak yang menjalankanya ialah
haruslah sudah baligh atau cakap hukum serta ahli untuk kafalah
dan objek syirkahnya harus jelas.
B.
Koperasi Syariah
1.
Pengertian Koperasi Syariah
Secara bahasa, kata Koperasi berasal dari : Coorporation
yang berarti bekerja sama.[19]
Secara umum yang dimaksud dengan Koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang
bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya
berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak,
berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.[20]
Koperasi syariah ialah suatu badan atau lembaga keuangan yang bergerak dibidang
perekonomian yang bertujuan untuk mensejahterakan anggota serta memiliki
prinsip tolong menolong demi kemaslahatan berdasarkan kaidah dan syariat Islam.[21]
Koperasi
Syariah mulai diperbincangan banyak orang setelah maraknya pertumbuhan Baitul
Mal Wattamwil di Indonesia yang ternyata mampu memberikan warna bagi
perekonomian masyarakat dari kalangan bawah hingga keatas. Secara umum prinsip
operasional koperasi syariah ialah membantu kesejahteraan para anggota dalam
bentuk gotong royong dan tentunya prinsip tersebut tidaklah menyimpang dari
sudut pandang syariah yaitu prinsip gotong royong (ta’awun ala birri) dan bersifat kolektif (berjamaah) dalam
membangun kemandirian hidup. Melalui hal inilah, perlu adanya proses
internalisasi terhadap pola pemikiran dan tata cara pengelolaan, produk-produk,
dan hukum yang diberlakukan harus sesuai
dengan syariah. Dengan kata lain, Koperasi Syariah merupakan sebuah konversi
dari koperasi konvensional melalui pendekatan melalui syariat Islam dan
peneladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya.[22]
Azas usaha koperasi syariah
berdasarkan konsep gotong royong dan tidak dimonopoli oleh salah satu pemilik
modal. Begitu pula dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang
diderita harus dibagi secara sama dan proposional. Penekanan manajemen usaha
dilakukan secara musyawarah sesama dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT), dengan
melibatkan potensi yang dimilikinya. [23]
Dari keterangan di atas dapat
dipahami bahwa Koperasi Syariah ialah usaha ekonomi yang terorganisir dan
bertujuan sosial yang menggunakan prinsip-prinsip dengan memperhatikan
kaidah-kaidah yang sesuai dengan ajaran Agama Islam.
2.
Dasar Hukum Koperasi Syariah
Dasar hukum Koperasi Syariah
sebagaimana lembaga ekonomi Islam yakni
mengacu pada sistem ekonomi Islam itu sendiri seperti yang disebutkan di dalam
Al Quran dan Al Hadits, dasar hukum Koperasi Syariah antara lain :
¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur (
wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (
¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya”.[25]
Penafsiran dari ayat ini ialah Wa ta‘awanu ‘alal birri (dan
tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan), yakni dalam ketaatan. Wat taqawa
(dan ketakwaan), yakni meninggalkan kemaksiatan. Wa la ta‘awanu ‘alal itsmi
(dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa), yakni dalam kemaksiatan. Wal
‘udwani (dan pelanggaran), yakni menyerang dan bertindak zalim kepada
jemaah haji Bakr bin Wa-il. Wat taqullah (dan bertakwalah kalian kepada
Allah), yakni hendaklah kalian takut kepada Allah Ta‘ala berkenaan dengan
Perintah dan Larangan-Nya kepada kalian. Innallaha syadidul ‘iqab (sesungguhnya
Allah Teramat dahsyat Siksaan-Nya), apabila Dia Menghukum orang-orang yang
mengabaikan Perintah-perintah-Nya.[26]
Secara Yuridis Koperasi syariah diatur dalam Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian,
karena baik koperasi syariah maupun BMT masih dalam payung hukum atau landasan
Yuridis yang sama, bunyi Undang-Undang Koperasi sebagai berikut :
Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian :
a.
Bahwa koperasi
baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta
untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila
dan undang-undang dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
b.
Bahwa koperasi
lebih perlu membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan
prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian
nasional.
c.
Bahwa pembangunan
koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah dan seluruh masyarakat.
d.
Bahwa untuk
mewujudkan hal-hal tersebut dan untuk menyelaraskan dengan perkembangan
keadaan, perlu mengatur kembali tentang perkoperasian dalam suatu undang-undang
sebagai pengganti undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian.[27]
Dari
landasan Hukum diatas dapat dipahami bahwa Islam dan Negara telah mengatur
tentang Koperasi agar masyarakat saling tolong menolong dalam hal kemaslahatan,
baik itu dalam bidang perekonomian maupun sosial agar terwujudnnya
kesejahteraan dan kerukunan antar masyarakat.
3.
Tujuan
Koperasi Syariah
Tujuan
Koperasi syariah ialah antara lain:
a.
Mensejahterakan ekonomi
anggotanya sesuai norma dan moral Islam.
b.
Menciptakan
persaudaraan dan keadilan sesama anggota.
c.
Pendistribusian
pendapatan dan kekayaan yang merata
sesama anggota.[28]
Menurut
Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian Pasal 3 tujuan koperasi
ialah bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta ikut membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang 1945.[29]
Dari
pemaparan diatas dapat dipahami bahwa Koperasi bertujuan untuk mensejahterakan
anggota baik dalam bidang perkonomian dan sosial serta mewujudkan masyarakat
yang memiliki sumber daya manusia yang maju berlandaskan peraturan dan
kaidah-kaidah yang berlaku.
4.
Operasional
Koperasi Syariah
Simpanan pokok
merupakan modal awal anngota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok
tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anngota satu dengan yang lainya.
Akad syariah simpanan pokok termasuk dalam kategori akad Musyarakah,
dalam hal ini diartikan sebagai transaksi penanaman dana dari dua atau lebih
pemilik dana untuk menjalankan usaha tertentu sesuai dengan syariah, dengan
pembagian hasil usaha para pihak berdasarkan pembagian hasil dan kerugian yang
disepakati sesuai porsi penanaman modal.[30]
Konsep pendirian
koperasi syariah dalam menjalankan operasionalnya menggunakan akad Syirkah Mufawadhah dalam hal ini
diartikan sebagaimana usaha yang didirikan oleh dua pihak atau lebih,
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan
berpartisipasi dalam kerja dengan bobot
yang sama pula. Masing-masing pihak saling menanggung satu sama lain dalam hak
dan kewajiban. Tidak diperkenankan salah satu pihak memasukan modal atau dana
lebih besar dari pada pihak lainya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar
pula dibandingkan dengan anggota lainya. [31]
Dari
uraian di atas menjelaskan bahwa konsep operasional koperasi syariah ialah
dengan menggunakan akad syirkah mufawadhah dimana penerapan konsep ini
dilakukan pada saat awal atau pada saat penyertaan modal awal (simpanan pokok).
Hal tersebut dikatakan demikian karena
awal mula berjalannya suatu operasional koperasi harus memiliki modal atau
simpanan pokok terlebih dahulu, agar koperasi dapat menjalankan operasionalnya
seperti: pembiayaan, administrasi, perlengkapan.
Koperasi Syariah memiliki keluwesan
dalam menerapkan akad-akad muamalah, yang umumnya sulit dipraktikan pada perbankan
syariah karena adanya keterbatasan peraturan dari Bank Indonesia. PBI
(Peraturan Bank Indonesia)[32]. Akad
Syirkah merupakan landasan operasional dalam Koperasi
Syariah, Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip
kemitraan dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait untuk kemajuan bersama.
Prinsip ini dapat ditemukan dalam ajaran
Islam tentang ta’awun (gotong royong) dan ukhuwwah
(persaudaraan).[33]
Prinsip ta’awun (gotong
royong) dalam koperasi syariah digambarkan dengan konsep pemberian kualitas
pelayanan. Prinsip ini menciptakan pelayanan yang optimal pada setiap jajaran
internal (pengurus) dan eksternal (non
anggota, seperti : pemasok, distribusi). Sedangkan prinsip akhuwwah
(persaudaraan) dalam koperasi syariah
diciptakan guna meningkatkan semangat persaudaraan serta menumbuhkan
rasa saling tolong menolong antara sesama anggota dalam koperasi syariah.[34]
Pemamaparan di
atas menggambarkan tentang prinsip
operasional koperasi syariah yang didasarkan dengan akad syirkah ialah
dengan prinsip ta’awun (gotong royong) dan prinsip ukhuwwah (persaudaraan),
dimana prinsip ta’awun diterapkan dengan memberikan pelayanan yang
maksimal kepada seluruh anggota koperasi dan prinsip ukhuwwah diciptakan
guna memberikan semangat persaudaraan serta menumbuhkan rasa tolong menolong ke
sesama anggota koperasi syariah.
5. BMT Sebagai LKM Berbadan Hukum Koperasi Syariah
Koperasi Syariah
mulai marak diperbincangkan ketika Baitul
Maal Wattamwil mulai marak tumbuh dan berkembang di Indonesia. Baitul
Maal Wattamwil yang dikenal dengan sebutan BMT ternyata mampu memberikan
warna bagi perekonomian kalangan pengusaha mikro. Kendati awalnya hanya
merupakan KSM Syariah ( Kelompok Swadaya Masyarakat Berlandaskan Syariah )
namun memiliki kinerja layaknya sebuah Bank. Diklasifikasinya BMT sebagai KSM pada saat itu adalah untuk
menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap dan adanya progam PHBK Bank
Indonesia ( pola hubungan kerja sama antara bank dengan kelompok swadaya
masyarakat ).
Seiring dengan
adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan menyebutkan bahwa
segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan
dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank.[35]
Kemudian jika melihat Pasal 33 ayat ( 1 ) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan
bahwa perekonomoian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan, maka banyak lembaga yang bermunculan dalam membantu
pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian Indonesia.[36]
Dalam penjelasan pasal ini menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat sangat
diutamakan dan bentuk usaha yang tepat ialah Koperasi yang didasarkan atas asas
gotong royong, yang artinya bahwa peranan masyarakat maupun lembaga masyarakat
harus tetap dilibatkan. Atas dasar pertimbangan itu maka disahkan Undang-Undang
RI Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.[37]
Lembaga BMT yang
memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat
berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 tersebut berhak
menggunakan badan hukum koperasi, letak perbedaanya dengan koperasi
konvensional terletak pasa teknis operasionalnya saja, koperasi syariah
mengharamkan bunga dan mengusung etika moral dengan melihat kaidah dan haram
dalam melakukan usahanya.[38]
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
BMT merupakan suatu lembaga keuangan yang berbadan hukum Koperasi Syariah yang
terorganisir, demokratis, dan berwatak sosial yang operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip yang mengusung
etika moral dengan melihat kaidah halal-haram dalam menjalankan usahanya.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Sifat penelitian
Jenis
penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan). Penelitian
lapangan adalah penelitian yang bertujuan mempelajari secara intensif latar
belakang dan keadaan sekarang dari interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu
satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.[39]
Penelitian ini
berlokasi di Kabupaten Lampung Timur terletak di Dusun Mekar Sari Desa Sumber
Agung Bd.50 Kecamatan Batang Hari Kabupaten Lampung Timur.
Penelitian ini
bersifat despkriptif kualitatif. Penelitian deskripsi yaitu menggambarkan sifat
sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa
sebab-sebab suatu gejala tertentu.[40] Penelitian
ini bertujuan untuk menjelaskan suatu kondisi sosial tertentu. Sedangkan
pendekatan kualitatif yaitu data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka.[41]
Penelitian yang
bersifat deskriptif kualitatif adalah yang berupa keterangan-keterangan bukan
hitungan angka. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif
yaitu data yang berupa uraian-uraian sehingga dalam uraian tersebut akan
menggambarkan fakta tentang kepatuhan terhadap implementasi Syirkah inan di BMT An-Naafi Batanghari.
B.
Sumber Data
Sumber data
dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti
menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber
data tersebut disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Sumber
data pada penelitian ini adalah sumber data primer, sumber data sekunder,
sumber data tersier.
1.
Sumber Data Primer
Sumber data primer
ialah sumber data utama yang dikumpulkan oleh peneliti yang dijadikan data
utama dalam penelitian .[42]
Jadi, sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya
melalui wawancara dan dokumentasi . Sumber data primer dalam penelitian ini
yaitu ketua BMT An-Naafi’, manager BMT An-Naafi’, seorang anggota yang turut
serta mengelola BMT An-Naafi’ serta anggota pasif ( hanya berkontribusi dana ).
2.
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder
adalah sumber penunjang dan perbandingan yang berkaitan dengan masalah. Menurut
Sugiyono, sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen.[43]
Terdapat juga data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, data yang sudah
diolah dan dikumpulkan oleh pihak lain, biasanya sudah dalam bentuk publikasi.
Sumber data
berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan pembahsan koperasi syariah dan syirkah
mufawadhah seperti karangan Nur S Buchori dalam bukunya Koperasi Syariah, Gufron A, Mas’
Adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, Ascarya, Akad
Dan Produk Bank Syariah, Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam
Islam. Serta beberapa referensi lainnya yang membahas tentang Syirkah
Mufawadhah serta dokumen-dokumen terkait profil dan RAT BMT An-Naafi’.
3.
Sumber Data Tersier
Sumber data
tersier adalah suatu bentuk yang ketiga, yang merupakan penunjang atau sampingan.[44]
Sumber data tersier dalam penelitian ini, seperti sumber internet.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah gabungan antara kepustakaan dan
penelitian lapangan. Dalam penelitian kepustakaan, peneliti menggunakan buku-buku
dan dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian, sedangkan dalam
penelitian lapangan peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
1.
Wawancara
Wawancara
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti yang berperan sebagai
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview). Interview
atau wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan dua orang atau lebih untuk
memperoleh informasi dari wawancara tersebut. Interview dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
a)
Interview Bebas (tanpa pedoman pertanyaan)
b)
Interview Terpimpin (menggunakan daftar pertanyaan)
Dalam hal ini digunakan
interview bebas terpimpin, dimana pewawancara sudah membawa pedoman yang
hanya merupakan garis besar tentang topik atau objek yang akan dijadikan
pertanyaan untuk mewawancarai Ketua BMT An-Naafi’ , manager BMT An-Naafi’, seorang
anggota yang turut serta mengelola BMT An-Naafi’, serta anggota pasif ( hanya
berkontribusi dana ).
Teknik ini
digunakan untuk mengetahui aplikasi akad syirkah inan di dalam
operasional BMT An-Naafi’ kaitkan dalam
hukum syirkah mufawadhah.
2.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah mencari data yang mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya.[46]
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tertulis yang mengandung
keterangan dan penjelasan yang mempunyai pemikiran tentang kejadian yang masih
aktual dan sesuai dengan masalah dalam penelitian, seperti hal-hal yang
berkaitan tentang masalah implementasi Syirkah inan dalam operasional koperasi
syariah di BMT An-Naafi’ Batanghari dimana dokumen-dokumennya memuat tentang
hasil RAT dan profil dari BMT An-Naafi’.
D.
Teknik Penjamin Keabsahan Data
Dalam menjamin keabsahan data pada penelitian ini, penulis
menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi data ialah satu teknik pemeriksaan
pengukuran derajat kepercayaan ( credibility ) yang bisa digunakan dalam
proses pengumpulan data penelitian.[47]
Triangulasi dibedakan menjadi empat macam sebagai bentuk teknik pemeriksaan
yang memanfaatkan penggunaan antara lain :
1.
Triangulasi
dengan sumber ialah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan
jalan sebagai berikut :
a.
Membandingkan
data hasil dari pengamatan dengan data hasil wawancara.
b.
Membandingkan
apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakanya secara
pribadi.
c.
Membandingkan
apa yang dkatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakanya sepanjang waktu.
d.
Membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang
berada atau orang pemerintahan.
e.
Membandingkan
hasil wawancara dengan isi suatu dokumen berkaitan.
2.
Triangulasi
dengan metode terdapat dua strategi yaitu pertama, pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. Kedua,
pengecekan drajat kepercayaan data beberapa sumber data dengan metode yang
sama.
3.
Triangulasi
dengan penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat
lainya untuk keperluan pengecekan
kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan peneliti lainya membantu
mengurangi ketidak akuratan dalam pengumpulan data.
4.
Triangulasi
dengan teori berdasarkan anggapan bahwa
fakta dapat diperiksa derajat keperayaanya dengan satu atau lebih teori.
Triangulasi dengan teori dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakan dengan
penjelasan banding ( rival explanation ).[48]
Dalam menjamin keabsahan data digunakan teknik triangulasi sumber
yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh. Dalam hal ini sumber yang peneliti gunakan untuk mengecek balik data
kepercayaan ialah pihak-pihak dari BMT An-Naafi’ baik itu ketua, manager, dan seorang
anggota yang ikut mengelola.
E.
Teknik Analisa Data
Analisis data
adalah cara penyerdehanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan
dibaca. Dalam hal pengambilan kesimpulan, penelitian ini menggunakan metode
analisis yang bersifat deskriptif dengan cara berfikir yang berbentuk induktif.
Menurut
Sutrisno Hadi, berfikir induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian
dari fakta-fakta itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat
umum.[49]
Berdasarkan
penjelasan di atas, analisis data yaitu membentuk teori yang ada dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan untuk mengambil suatu kesimpulan dari
penelitian yang kaitannya dengan implementasi Syirkah inan dalam
operasional koperasi syariah di BMT An-Naafi, analisis yang peneliti lakukan
dimulai dari keterangan yang didapatkan dari sumber data primer terkait tentang
pemahaman dan penerapan implementasi Syirkah inan dalam operasional
koperasi syariah di BMT An-Naafi’. Kemudian kesimpulan yang diambil berdasarkan
hasil dari wawancara terhadap ketua, manager, dan seorang anggota yang ikut
mengelola operasional di BMT An-Naafi’ serta hasil dari laporan RAT BMT
An-Naafi’.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Profil
BMT An-Naafi’ Batanghari
1.
Sejarah dan Perkembangan BMT An-Naafi’
Batanghari
Koperasi
Simpan Pinjam Syariah (KSPS) BMT An-Naafi’ Kabupaten Lampung Timur
terletak di Dusun Mekar Sari Desa Sumber Agung Bd.50 Kecamatan Batang Hari
Kabupaten Lampung Timur berdiri pada tanggal 31 Desember 2012
Koperasi Simpan Pinjam Syariah
(KSPS) dan didirikan oleh empat orang penggagas yaitu :
1.
Suryadi
2.
Tri Gondo
Margono
3.
Madun Sarpin
4.
Sujarwo
BMT An-Naafi’ didirikan bertujuan untuk
memberikan manfaat yang positif mengenai ekonomi masyarakat yang dikelola
secara syariah. Dengan adanya BMT An-Naafi’ diharapkan dapat membantu
masyarakat dalam meningkatkan perekonomiannya. Melihat kondisi masyarakat di
sekitar BMT yang mayoritas petani dan pedagang. [50]
Sejak awal berdiri BMT An-Naafi’ sudah
menawarkan kepada masyarakat yang ingin menanamkan modalnya kepada BMT
An-Naafi’ dapat dengan menyertakan modal yang dimilkinya kepada BMT An-Naafi’. Pada
mulanya untuk modal penyertaan yang
terkumpul sebesar Rp. 24.000.000 dari 28 anggota. Dari penyertaan modal yang
terkumpul tersebut, BMT An-Naafi’ hanya menjalankan Rp. 9.000.000 untuk operasional
kemudian sisanya sebesar Rp 15.000.000, digunakan sebagai cadangan modal, yang
bertujuan untuk memberikan manfaat yang positif mengenai ekonomi masyarakat
yang dikelola secara syariah. Data dari laporan RAT 2015 menjelaskan bahwa
hingga tahun 2015 jumlah asset yang dimiliki oleh BMT An-Naafi’ mendekati Rp
1.200.000.000.[51]
Sistem operasional di BMT An-Naafi’
ialah dengan syirkah inan, hal ini didapatkan dari hasil wawancara
dengan Abdi Muhsinin selaku manager BMT An-Naafi’ yang menyebutkan bahwa konsep
operasional dilakukan dengan cara kerja sama dimana semua pekerjaan dijalankan
secara bersama-sama dengan porsi kerja yang sama sesuai dengan porsinya
masing-masing. Kemudian data dari Laporan RAT menjelaskan bahwa manajemen
operasional di BMT An-Naafi’ dengan prinsip gotong royong antar anggota dengan
penyetaraan hak dan kewajiban dari seluruh anggota.[52]
Adanya
BMT An-Naafi’ diharapkan dapat membantu
masyarakat dalam meningkatkan perekonomiannya. Melihat kondisi masyarakat di
sekitar BMT yang mayoritas petani dan pedagang dengan izin operasional yang
dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 02/BH/X.7/I/2014 tanggal 29 Januari 2014.[53]
2.
Visi dan Misi BMT An-Naafi’
Batanghari
Visi BMT An-Naafi’
Batanghari :
BMT An-Naafi’ yaitu membantu masyarakat dalam
mengembangkan usahanya dan membantu masyarakat agar terhindar dari praktik
ribawi.
Misi BMT An-Naafi’
Batanghari :
a.
Terfasilitasinya masyarakat yang memiliki
usaha kecil untuk mendapatkan tambahan modal sehingga dapat mengembangkan
usahanya.
b.
Meningkatkan
minat masyarakat untuk menabung sehingga dapat menambah jumlah perputaran uang
untuk meningkatkan pendapatan usaha.
c.
Mewujudkan
perekonomian rakyat yang stabil.
Uraian
diatas menunjukan bahwa BMT An-Naafi’ didirikan dengan bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat dengan meningkatkan taraf
perekonomian masyarakat, memfasilitasi usaha-usaha yang dilakukan masyarakat
dalam hal perekonomian dan mewujudkan
masyarakat yang mandiri yang mampu menciptakan perekonomian yang baik khususnya
di Dusun Mekar Sari Desa Sumber Agung Bd.50 Kecamatan Batang Hari
Kabupaten Lampung Timur.
3.
Struktur Organisasi BMT AN-NAAFI’
Batanghari
Susunan struktur organisasi pada BMT AN-NAAFI’ Batanghari
ialah sebagai berikut :
Strukur organisasi diatas
menjelaskan tentang kedudukan dan tingkatan dalam pengelolaan operasional di
BMT An-Naafi’. Pengelolaan operasional di
BMT An-Naafi’ seperti dalam struktur organisasi dipimpin oleh RA (rapat
anggota ), kemudian dibawah RA diduduki pengurus untuk memimpin BMT Am-Naafi’
yang didampingi oleh badan pengawas dan dewan syariah, Kemudian dibawahnya
diduduki oleh manager sebagai pemimpin dalam menjalankan pengelolaan maupun
operasional, kemudian dibawah kepemimpinan manager terdapat TELLER dan
ACCOUNTING yang bertugas dibidang administrasi dan pelayanan nasabah, kemudian
kedudukan dibawahnya yang merupakan bagian penting dalam proses berjalannya
operasional dan pengelolaan diduduki oleh KABAG MARKETING, KABAG MAAL,dan KAS
SEKAMPUNG masing-masing memiliki tugas yang sangat penting yakni sebagai
pemasaran kepada masyarakat, perencanaan kegiatan social dan penyaluran kas
kepada nasabah yang membutuhkan.
4.
Tugas
dan Fungsi Pengurus di BMT An-Naafi’
Batanghari
Pengurus di BMT An-Naafi’ memiliki peranan yang
sangat berpengaruh dalam kelangsungan dan kelancaran BMT An-Naafi’ dalam
menjalankan operasionalnya, para pengurus memiliki tugas antara lain:
a.
Mengkontrol dan
mengawasi
Pengurus
memiliki tugas yang sangat penting dalam menjalankan operasional di BMT An-Naafi’, pengurus bertugas
mengawasi setiap jalanya proses operasional agar para pengelola dapat
menjalankan pekerjaanya dengan baik. Pengurus juga bertugas mengkontrol jalanya
operasional dengan tujuan memberikan arahan kepada para pengelola tentang
bagaimana menjalankan operasional sesuai dengan aturan di BMT An-Naafi’
b.
Pengambilan
kebijakan dan keputusan
Menentukan dan memutuskan suatu langkah guna
menyelesaikan permasalahan, yang dianggap sangat penting dalam proses
menjalankan operasional, pengurus memiliki hak penuh atas pengambilan kebijakan
dan keputusan tentang bagaimana memilah dan menentukan langkah serta
menciptakan suatu peraturan agar dapat diterapkan oleh para pihak pengelola di
BMT An-Naafi’.
c.
Penanggung jawab
Pengurus bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang
berkaitan dengan kepentingan BMT An-Naafi’, baik aktivitas didalam maupun di
lapangan. Pengurus juga bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan
para pengelola dalam menjalankan operasional di BMT An-Naafi’. Program-program
yang telah diciptakan dan diterapkan merupakan tanggung jawab para pengurus.[55]
Pemaparan
diatas menggambarkan bahwa para pengurus memiliki tugas dan fungsi yang sangat
berpengaruh dalam suatu proses operasional di BMT An-Naafi’. Pengurus merupakan
sumber acuan bagi para pengelola dalam menjalankan operasional, dimana segala
sesuatu yang berhubungan dengan BMT An-Naafi’ harus atas sepengetahuan dan
persetujuan dari pengurus. Segala sesuatu baik itu aktivitas operasional maupun
asset yang dimiliki BMT An-Naafi’ merupakan tanggung jawab yang harus di jaga
oleh pengurus.
B. Sistem
Operasional Pada BMT An-Naafi’
Batanghari
Sistem operasional pada BMT didasarkan
dengan prinsip gotong royong dan prinsip persaudaraan, dimana prinsip
diterapkan dengan memberikan pelayanan yang maksimal kepada seluruh anggota dan
prinsip persaudaraan diciptakan guna memberikan semangat persaudaraan serta
menumbuhkan rasa tolong menolong ke sesama
anggota.
Operasional
di BMT An-Naafi’ merupakan bagian yang sangat penting pada
suatu lembaga, termasuk BMT An-Naafi’, dengan menerapkan prinsip kerjasama dan
gotong royong dalam membangun dan mewujudkan hubungan yang baik kesesama
anggota, serta penyetaraan antara hak dan kewajiban para anggota baik di dalam
maupun diluar BMT An-Naafi’. Bagian ini menjadi instrumen penting yang
menggerakan perputaran administrasi dalam manajemen operasional BMT An–Naafi’.[56]
Pemaparan
diatas menjelaskan bahwa operasional di BMT An-Naafi’
menggunakan prinsip kerjasama dan gotong royong kesesama anggota, hak
dan kewajiban para anggota baik di dalam maupun diluar di setarakan antara
pihak satu dengan pihak lainnya, hal ini merupakan
bagian penting dalam proses berjalannya operasional di BMT An-Naafi’.
Sistem
operasional yang diterapkan pada BMT An-Naafi’ menggunakan prinsip kerja sama
antara pengurus dengan pengurus, pengelola dengan pengelola, dan pengurus dengan pengelola. Hubungan kerja
antara pengurus dan pengelola ialah pengelola berperan aktif dalam menjalankan
operasional dengan modal yang diberikan para anggota, sedangkan pengurus
membuat kebijakan dan peraturan untuk para pengelola dalam menjalankan
operasionalnya. Kerja sama tidak hanya di dijalin antar anggota ,pengurus dan
karyawan ( internal ) BMT An-Naafi’ saja, tetapi guna memperlancar operasional
BMT An-Naafi’ juga bekerja sama dengan pihak lain (eksternal) seperti
PUSKOPSYAH, BMT An-Naafi’ bekerja sama dengan PUSKOPSYAH guna melancarkan
perputaran dana untuk penunjang operasional. Namun seiring dengan perkembangan dari BMT
An-Naafi’ kini sudah dapat menjalankan operasionalnya secara mandiri, tentunya
dengan penyertaan modal operasional dari para anggota di BMT An-Naafi’.[57]
Pemaparan
di atas menunjukan bahwa BMT An-Naafi’ tidak hanya bekerja sama antara anggota,
pengurus dan karyawan saja namun juga bekerjasama dengan pihak lain yaitu PUSKOPSYAH
guna menunjang jalannya operasional.
1. Hak dan Kewajiban Anggota
Anggota
merupakan pihak yang berperan penting dalam berjalannya operasional, anggota merupakan
pihak yang memberikan modal dalam menjalankan operasional. Selain itu, anggota juga bertanggung jawab atas
segala hal yang berkaitan dengan BMT An-Naafi’
baik itu berupa asset atau kekayaan dan juga nama baik BMT An-Naafi’. Menurut Piranto selaku
pengurus di BMT An-Naafi’,
dalam menjalankan operasional
para angota harus bekerja sesuai dengan pekerjaannya masing-masing atau sesuai dengan porsinya
masing-masing.
Adapun
syarat menjadi anggota ialah sebagai berikut:
a.
Cakap hukum
b.
Menandatangani
surat perjanjian menjadi anggota
c.
Menyertakan
modal berupa simpanan pokok (SIMPOK),
d.
Menyertakan
modal berupa simpanan pokok khusus (SIMPOKSUS)
Menurut
Abdi Muhsinin selaku manager BMT An-Naafi’, bagi anggota yang turut serta
berkerja dalam operasional telah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan bagiannya
masing-masing, namun tidak semua
anggota di BMT An-Naafi’ turut serta dalam menjalankan pekerjaannya, terdapat juga anggota yang hanya berkontribusi dalam
penyertaan modal saja, kemudian dihadirkan pada saat RAT. Para anggota berkewajiban untuk ikut serta menjaga
kinerja usaha dan nama baik BMT An-Naafi’ dan anggota juga berhak memberikan
suara baik itu saran atau permintaan kepada BMT An-Naafi’ pada saat RAT.[59]
Para anggota memiliki hak dan kewajiban atas segala
sesuatu yang berkaitan dengan BMT
An-Naafi’.
Hak para anggota ialah :
a.
Anggota berhak mengetahui laporan
Neraca BMT An-Naafi’.
b.
Anggota berhak mengetahui laporan kegitan yang
dilakukan atas nama BMT An-Naafi’.
c.
Anggota berhak
di hadirkan dalam RAT.
Kewajiban para anggota
ialah :
a.
Anggota
berkewajiban menyertakan modal operasional BMT An-Naafi’.
b.
Anggota
berkewajiban bertanggung jawab atas kegiatan yang dilaksanakan atas nama BMT
An-Naafi’.
c.
Anggota
berkewajiban mengontrol dan mengawasi jalanya operasional di BMT An-Naafi’.
Pemaparan
diatas menunjukan bahwa setiap anggota memiliki hak dan kewajiban dalam
aktivitas operasional di BMT An-Naafi’, anggota berhak mengetahui segala
sesuatu yang berkaitan dengan BMT An-Naafi’ kemudian anggota berkewajiban
menyertakan modal operasional, menjaga asset, serta mengawasi jalannya proses
operasional di BMT An-Naafi’.
2.
Hak dan Kewajiban Pengelola
Para pengelola harus memenuhi syarat yang ditetapkan dari
BMT An-Naafi’ sebagai berikut :
a.
Cakap hukum
b.
Mampu dan mengerti
atas pekerjaan yang diberikan
c.
Memiliki
kelakuan dan itikad baik
Menurut
Abdi Muhsinin para pengelola di BMT An-Naafi’ secara keseluruhan telah memenuhi
kriteria sebagaimana yang diinginkan para pengelola mampu mengerjakan pekerjaan
yang diberikan.[63]
Pemaparan
diatas menunjukan bahwa pengelola di BMT An-Naafi’ memiliki kriteria yang harus
dipenuhi, diantaranya ialah mampu melakukan perbuatan ( cakap hukum ), mengerti
dengan pekerjaan yang diberikan, dan memiliki kemauan bekerja keras serta
memiliki itikad baik. Pengelola merupakan pihak yang berperan penting dalam
menjalankan operasional di BMT
An-Naafi’, para pengelola bertugas menjalankan operasional
dengan modal yang diberikan dari para anggota agar perputaran modal dapat
berjalan dengan lancar dan aktivitas operasional dapat berjalan dengan lancar.
Para
anggota berkewajiban menyertakan modal untuk biaya operasional. Rincian modal
yang harus dipenuhi oleh setiap anggota ialah sebagai berikut :
1.
Menyertakan modal
berupa simpanan pokok khusus (SIMPOKSUS) sebesar Rp. 10.000.000,00 satu kali
selama menjadi anggota.
2.
Menyertakan
modal berupa simpanan pokok (SIMPOK) sebesar Rp.10.000,00 satu kali selama
menjadi anggota.
3.
Menyertakan
modal berupa simpanan wajib sebesar Rp. 360.000,00 satu kali selama menjadi
anggota kemudian dilanjutkan simpanan sebesar Rp, 1000,00 setiap bulan.[64]
Pemaparan diatas
menjelaskan bahwa modal pada BMT An-Naafi’ dibagikan secara proposional antar
anggota hal tersebut terlihat dari beberapa jenis simpanan yang ada dalam BMT
An-Naafi’ diantaranya ialah SIMPOKSUS,SIMPOK, dan SIMPANAN WAJIB, simpanan
tersebut dibebankan kepada seluruh anggota dengan jumlah yang sama sesuai
dengan jumlah yang telah ditentukan.
Pembagian pekerjaan antara pengelola dilakukan
berdasarkan kebijakan dari para pengurus, Pengurus tidak menganjurkan setiap anggota
maupun pengelola mengerjakan
pekerjaan ganda atau mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanya. Adapun jika
memang benar-benar diperlukan untuk anggota melakukan pekerjaan ganda harus
berdasarkan kesukarelaan dari anggota
dan berdasarkan rekomendasi kebijakan para pengurus. Kesukarelaan dalam
hal ini ialah hanya mengerjakan pekerjaan yang ringan saja, bukan pekerjaan
pokok dalam kelangsungan operasional, seperti menyerahkan berkas, penggandaan
berkas ( foto copy ) dan segala hal yang bukan berkaitan dengan proses
operasional.[65]
Pembagian
pekerjaan antara anggota pasif dan aktif ialah untuk anggota aktif, pekerjaan
yang dilakukan bukan hanya sebagai anggota saja, melainkan juga sebagai
karyawan atau pengelola. Anggota aktif ikut serta dalam proses pengelolaan dan
operasional, sedangkan untuk anggota pasif, tidak banyak pekerjaan yang
dilakukan oleh anggota pasif. Anggota pasif hanya ikut serta dalam RAT, namun
baik antara anggota aktif maupun pasif memiliki hak yang sama atas segala
sesuatu yang berhubungan dengan BMT An-naafi’.[66]
Terdapat anggota yang mengerjakan pekerjaan diluar
porsinya. Menurut Nurhadi, selain menjalankan tugasnya sebagai kepala bagian
marketing ia juga menjalankan pekerjaan lainya seperti remidial (
penagihan ) pembiayaan, funding ( pencarian anggota ). Hal ini dilakukan guna tercapainya target
operasional yang merupakan tanggung jawab dari jabatanya.[67]
Pemaparan
diatas dapat dilihat bahwa pembagian
pekerjaan antara pihak anggota dan pengelola harus sesuai dengan porsinya
masing-masing, dan para pihak anggota maupun pengelola, tidak dianjurkan untuk
melakukan pekerjaan diluar tanggung jawabnya tanpa sepengetahuan atau berdasarkan
rekomendasi dari ketua anggota atau pengurus. Namun pada sisi lain anggota juga
mengerjakan pekerjaanya diluar porsinya guna
tercapainya target operasional.
3.
Sisa
Hasil Usaha (SHU)
Sisa
hasil usaha (SHU) ialah bagian dari operasional di BMT An-Naafi’, karena SHU
merupakan puncak atau sasaran tujuan dari operasional yang dijalankan oleh para
anggota. SHU merupakan hasil akhir atau pendapatan operasional yang diperoleh
pihak BMT An-Naafi.
Laporan RAT Tahun 2015 menyebutkan bahwa modal
operasional pada Tahun 2015 ialah senilai Rp. 102.618.056 yang terdiri dari :
Simpanan Pokok Rp. 19.182.334
Simpanan Wajib Rp.
10.939.871
Simpoksus Rp.
72.505.849 +
Modal Operasional Tahun 2015 Rp. 102.618.056
Adapun rincian dari SHU Tahun 2015 ialah sebagai
berikut :
Berdasarkan RAT 2015 BMT membukukan Sisa Hasil Usaha
(SHU)
Pendapatan Usaha Rp.
208.609.517
Pendapatan Jasa Layanan Rp. 44.187.798
Pendapatan Administrasi Rp. 28.878.616
Pendapatan Lainya ( materai,jasa transfer, dll ) Rp.
7.835.500 +
Hasil Usaha Operasional Rp. 289.511.431
Beban Operasional Tahun 2015 terdiri dari:
Bagi hasil pemilik dana ( Nasabah ) Rp. 48.917.722
Beban bonus titipan dan personalian Rp. 205.584.851
Beban sumbangan dan hadiah Rp. 30.250.000
+
Beban Operasional Tahun 2015 Rp. 284.752.574 SHU =
hasil usaha operasional – beban operasional
=
Rp. 289.511.431 - Rp. 284.752.574
Pembagian
sisa hasil usaha berdasarkan laporan RAT 2015 di BMT An-Naafi’ dilakukan
setiap akhir tahun setelah RAT dimana seluruh sisa hasil usaha dibagi secara merata keseluruh anggota, menurut RAT tahun 2015 dari jumlah modal keseluruhan hingga tahun 2015 ialah Rp 102.618.056 dan memperoleh sisa hasil usaha senilai Rp. 4.758.856 ÷ 28 anggota = Rp 169.642 untuk masing-masing
anggota. Jadi setiap anggota mendapatkan sisa hasil usaha (
SHU ) senilai Rp. 169.642, sisa hasil usaha ini dibagikan secara merata dengan
jumlah yang sama antara anggota satu dengan anggota lainnya, kemudian diberikan
keseluruh anggota baik itu anggota aktif maupun anggota pasif. [69]
Berdasarkan
pemaparan diatas dapat dilihat bahwa pembagian sisa hasil usaha dibagikan
setiap akhir tahun, sisa hasil usaha pada tahun 2015 ialah sebesar Rp. 169.642
dari jumlah modal yang dikeluarkan sebesar Rp. 102.618.056 kemudian
dibagikan kepada seluruh anggota di BMT An-Naafi’ secara merata baik ke anggota
aktiv maupun anggota pasif dalam jumlah dan porsi yang sama antara anggota satu
dengan yang lainnya.
C. Implementasi Syirkah Inan Pada BMT An-Naafi’ Batanghari
Syirkah Inan ialah suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana
masing-masing pihak yang terlibat memberikan kontribusinya yang antara satu
pihak dengan pihak lainya, baik itu secara modal, tanggung jawab, resiko dan
pembagian keuntungan. Semuanya harus diberikan dan ditanggung dalam jumlah atau
porsi sesuai kesepakatan. Syarat dan rukun syirkah inan ialah antara modal, pekerjaan, bagi
hasil dan resiko harus sama besarnya, kemudian pihak yang menjalankanya ialah
haruslah sudah baligh atau cakap hukum dan objek syirkahnya harus jelas.
Aktivitas operasional di BMT An-Naafi’, dimana pembagian
modal usaha antar anggota sudah dapat diterapkan sebagai mana mestinya sesuai
dengan Syirkah Inan, Pembagian modal diwajibkan secara merata keseluruh
anggota dengan besar nilai yang telah ditentukan,
Setiap
anggota diwajibkan menyerahkan modal atau simpanan berupa SIMPOKSUS, SIMPOK dan
SIMPANAN WAJIB dengan jumlah nominal yang telah ditentukan oleh BMT An-Naafi’. Penyertaan
modal dari para angggota dilakukan pada saat awal menjadi anggota kemudian
dilanjutkan penyertaan modal berupa simpanan wajib yang dilakukan setiap bulan.
Pembagian penyertaan modal yang
dilakukan sudah sesuai dengan prinsip Syirkah Inan dimana semua modal diatas
harus dipenuhi oleh setiap anggota dengan jumlah yang sama antara anggota satu
dengan anggota lainya.
Pembagian pekerjaan, terdapat
anggota yang mengerjakan pekerjaan diluar porsi atau tangung jawabnya. Hal ini
dikarenakan guna tercapainya suatu target operasional yang merupakan kewajiban
dan tanggung jawab dari setiap devisi. Pembagiaan pekerjaan seharusnya
dibagikan sesuai dengan posisi dan kedudukannya masing-masing. Pembagian
pekerjaan antara anggota pasif dan aktif ialah untuk anggota aktif, pekerjaan
yang dilakukan bukan hanya sebagai anggota saja, melainkan juga sebagai
karyawan atau pengelola. Anggota aktif ikut serta dalam proses pengelolaan dan
operasional, sedangkan untuk anggota pasif, tidak banyak pekerjaan yang dilakukan
oleh anggota pasif yakni hanya hadir pada saat RAT saja. Jika dilihat dari sisi Syirkah
Inan hal ini telah sesuai dengan syarat dalam Syirkah Inan, karena dalam Syirkah Inan, pekerjaan dibagi boleh tidak sama besar
antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Pembagian sisa hasil usaha di
BMT An-Naafi’ sudah dapat diterapkan sesuai dengan Syirkah
Inan, setiap anggota mendapatkan bagian yang sama dalam pembagian hasil usaha antara
satu pihak dengan pihak lainya. Pembagian
sisa hasil usaha berdasarkan laporan RAT 2015 di BMT An-Naafi’ dilakukan
setiap akhir tahun setelah RAT dimana seluruh sisa hasil usaha dibagi secara merata atas seluruh anggota, menurut RAT tahun 2015
sisa hasil usaha senilai Rp. 4.758.856,56 ÷ 28 anggota = Rp 169.642,00 untuk masing-masing anggota dari jumlah modal keseluruhan hingga tahun 2015
ialah Rp 102.618.056. Sisa hasil usaha ini dibagikan secara merata dengan
jumlah yang sama antara anggota satu dengan anggota lainnya, kemudian diberikan
keseluruh anggota baik itu anggota aktif maupun anggota pasif.
Konsep syirkah yang diterapkan telah sesuai
dengan konsep syirkah Inan dalam arti lain syirkah mufawadhah kurang
efektif jika digunakan sebagai konsep operasional dalam BMT An-Naafi’, sebagai
mana yang dijelaskan dalam teori yang menyebutkan bahwa konsep dasar
operasional ialah dengan menggunakan syirkah mufawadhah hal ini dapat
dilihat dari pola pembagian modal, pekerjaan dan bagi hasil. Dalam pembagian
modal sudah dapat diterapkan sesuai syirkah mufawadhah karena setiap
anggota diwajibkan menyertakan modal antara lain SIMPOKSUS, SIMPOK dan SIMPANAN
WAJIB dengan jumlah nominal yang telah ditentukan. Kemudian untuk pembagian
pekerjaan tidak sesuai dengan konsep syirkah mufawadhah dan lebih mengarah ke syirkah inan karena
dalam menjalankan operasional terdapat anggota yang mengerjakan pekerjaan ganda
dan ada pula yang menjadi anggota pasif (hanya berkontribusi modal), seperti
Nurhadi yang menjalankan tugas sebagai kepala bagian marketing juga menjalankan
tugasnya sebagai remedial dan funding. Kemudian dalam pembagian hasil
juga belum sesuai dengan konsep syirkah mufawadhah dan lebih mengarah ke
syirkah inan hal ini dikarenakan meskipun jumlah nominal yang dibagikan
sama besarnya pada setiap anggota namun hal ini dianggap belum proporsional,
melihat ketidak seimbangan pekerjaan yang dilakukan oleh anggota aktif maupun
anggota pasif.
Konsep syirkah yang sesuai dalam operasional
di BMT An-Naafi’ lebih mengarah ke syirkah inan karena masing-masing
anggota tidak harus menyetorkan modal yang sama, begitu juga dalam pembagian
pekerjaan juga tidak dituntut adanya kesamaan volume kerja. Dalam pembagian
hasil juga tidak ada keharusan untuk sama akan tetapi disesuaikan dengan modal
yang telah ditentukan dan volume kerja yang telah dilakukan.
BAB V
PENUTUP
- Kesimpulan
Praktik Syirkah yang terapkan di BMT An-Naafi’
ialah dimana modal yang diberikan dari anggota sama besarnya antara anggota
satu dengan anggota lainya, kemudian untuk pembagian pekerjaanya dilakukan
antara satu anggota dengan anggota lain tidak sama bagianya, terdapat anggota
aktif dan anggota pasif. Kemudian dalam pembagian hasil di BMT An-Naafi’ telah proporsional antara satu anggota
dengan anggota lainya. Implementasi
syirkah Inan dalam operasional di BMT An-Naafi telah sesuai
sebagai mana mestinya, dimana pembagian modal, pekerjaaan dan bagi hasil antara
satu pihak dan pihak lain sesuai sebagaimana mestinya.
- Saran
Saran yang dapat diberikan dari penulis kepada
BMT An-Naafi’ ialah agar melakukan penambahan pengelola agar pekerjaan yang
dilakukan tidak tumpang tindih dan dapat dikerjakan berdasarkan bagianya
masing-masing. Kemudian dalam
pembagian hasil antara anggota aktif dan anggota pasif sebaiknya disesuaikan
dengan tenaga dan modal yang diberikan dari masing-masing anggota.
DAFTAR
PUSTAKA
A Mas’ Adi, Gufron,
Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002
Abu Daud,, Sunan Abu Daud, (Digital
Library,al-Maktabah al-Syamilah al-Is}dar al-Sani, 2005), III/256, hadis
Nomor. 3383. Lihat juga, Abu Bakar Ahmad bin Husain
al-Baihaqi,Syu’b al-Iman li, )Digital Library,al-Maktabah al-Syamilah
al-Isdar al-Sani, 2005), VI/78 hadisnomor
11206.
Al-Quran ,
Al-Kalam Digital Bandung : Diponegoro, 2009
Buchori,Nur Syamsudin Koperasi
Syariah Teori Dan Praktik, Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012
Dokumen BMT AN-NAAFI’, Batanghari,
2016
Hadi, Sutrisno Metodelogi
Research, Yogyakarta: Andi Offest, 2000
Husain Usman, Purnomo Setiadi Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Jilid 1,diterjemahkan oleh
K.H. Kahar Masyur, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992
Ibnu Rusyd, Terjemah
Bidayatu’l Mujtahid, diterjemahkan oleh
M. A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah dari judul asli Bidayatu’l
Mujtahid, Semarang : Asy Syfa’, 1990
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm buku 2 jilid 3, diterjemahkan oleh Imron
Rosadi, Amirudin, Imam Awaluddin, dari
judul asli Mukhtasar Kitab Al Umm fi Al
Fiqh,Jakarta: Pustaka Azam, 2014.
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm buku 3 jilid 7,diterjemahkan oleh Imron
Rosadi, Amirudin, Imam Awaluddin, dari
judul asli Mukhtasar Kitab Al Umm fi Al
Fiqh,Jakarta: Pustaka Azam, 2014
Kartasapoetra, G, Koperasi Indonesia, Jakarta :
PT. Rineka Cipta, 2007
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi Revisi
Laporan RAT BMT An-Naafi’ Tahun 2015
Moleong,
Lexy, J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja rosdakarya,
2012
Muhammad, Metodelogi Penelitian Ekonomi Islam
Pendekatan Kualitatif, jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008
Mustofa, Imam Fiqh Muamalah Kontemporer, Metro: STAIN Jurai Siwo Metro
Lampung, 2014
Sudarsono, Koperasi Dalam
Teori dan Praktik, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005
Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2012
Suhendi, Hendi Fiqh Muamalah,Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002
Suryabrata, Sumardi
Metodelogi Penelitian, Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2012
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Mazhab, diterjemahkan oleh Abdullah Zaki Alkaf, dari judul asli Rahmah
al-Ummah fi Ikhtilaf al A’immah, Bandung : Hasyimi, 2012
Umar, Husein Metode Penelitian
untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo Pustaka, 2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian
Wawancara
Abdi Muhsinin,
Manager BMT AN-NAAFI’ Batanghari, Wawancara, 18 Agustus
2016
Wawancara Nurhadi, Anggota aktif di
BMT AN-NAAFI’ Batanghari, Wawancara, 18 Agustus 2016
Wawancara Piranto, ketua pengurus BMT AN-NAAFI’
Batanghari, Wawancara, 18 Agustus 2016
Wawancara Marjiyo , Anggota pasif BMT AN-NAAFI’ Batanghari, Wawancara, 18
Agustus 2016
www.serbadokumen. blogspot .id Ghani Astradipraja Alam, di unduh pada 27
Desember 2015
Zuhairi,
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta : PT. Rajagrafindo persada, 2015
[1] Enizar, Hadis
Ekonomi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2013), h.27
[2] Nur Syamsudin
Buchori,Koperasi Syariah Teori Dan
Praktik, (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012), h. 7
[3] Nur S Buchori,
Koperasi Syariah,. h. 7
[4]Ascarya, Akad
dan Produk Bank Syariah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007),h. 51.
[5]Wawancara dengan Abdi Muhsinin Manager Tamwil BMT AN_NAAFI’ ,
pada Tanggal 19 februari 2016
[6] Afifah
Nuriastuti,Akad Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Tentang
Unsur-Unsur Mazhab Hanafi dan Maliki). Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.2015 dalam http.Afifahnuriastuti.com diunduh pada 18
November 2015
[7] Rulinda Nur Mustafida, Penerapan Akad Musyarokah
Pada Pengelolaan Koperasi Wanita Asri Di Desa Tenggong Kecamatan Rejotangan
Kabupaten Tulungagung Ditinjau Dari Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Tulungagung. 2014 dalam http.
RulindaNurMustafida.com diunduh pada 14 Desember 2015
[8]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h.125
[9]
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, ( Metro: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014 ), h. 113.
[10] Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah Edisi Revisi, Pasal 165-172, h. 57-58
[11]
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatu’l Mujtahid, diterjemahkan oleh M. A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah dari
judul asli Bidayatu’l Mujtahid, ( Semarang : Asy Syfa’, 1990 ) h. 269
[12]
Qs Shaad (38) :24
[13]
Departemen RI, Al- Hikmah Al-Quran
[14]
Al-Quran surat Sad ayat 24, Al-Kalam Digital (Bandung : Diponegoro, 2009 )
[15]Abu Daud,,
Sunan Abu Daud, (Digital Library,al-Maktabah al-Syamilah al-Is}dar al-Sani, 2005), III/256, hadis Nomor. 3383. Lihat juga, Abu Bakar
Ahmad bin Husain al-Baihaqi,Syu’b al-Iman li, )Digital
Library,al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-Sani, 2005), VI/78
hadisnomor 11206.
[16] Imam mustofa,Fiqh
Muamalah., h. 109
[17] Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Jilid 1,diterjemahkan oleh K.H. Kahar
Masyur, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1992), h. 488
[18] Imam
Mustofa, Fiqh Muamalah., h.115-116
[19]
Sudarsono, Koperasi Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
2005), h. 1
[20]
G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2007), h.1
[21]
Nur Syamsudin Buchori, Koperasi Syariah
Teori Dan Praktik, (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012), h. 13
[22]Ibid
, h. 7
[23]Ibid, h. 8
[24] QS
al-Maidah (5) : 2
[25]
Departemen RI, Al- Hikmah Al-Quran
[26]
Al-Quran surat Maidah ayat 2, Al-Kalam
Digital (Bandung : Diponegoro, 2009 )
[27] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
[28]
Nur Syamsudin Buchori,Koperasi Syariah Teori Dan Praktik, h.
9-11
[29]
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian pasal 3
[30]
Nur Syamsudin Buchori,Koperasi Syariah
Teori Dan Praktik, h. 15
[31]
Ibid, h. 16
[32] Ibid, h. 17
[33]Gufron A, Mas’
Adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h.197.
[34]
Ghani Astradipraja dalam , www.serbadokumen.blogspot.id,
diunduh pada 27 Desember 2015
[35]
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
[36]
Pasal 33 ayat ( 1 ) Undang-Undang Dasar 1945
[37]
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian
[38]Nur
Syamsudin Buchori,Koperasi Syariah Teori
Dan Praktik, h.. 4
[39] Husain Usman,
Purnomo Setiadi Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2011), edisi ke 2, h. 4
[40] Husein Umar, Metode
Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Pustaka, 2009), h. 24
[41] Muhammad, Metodelogi Penelitian Ekonomi Islam
Pendekatan Kualitatif, (jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 99
[42]Sumardi
Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2012),
h. 39
[43] Sugiyono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 193
[44] Ibid, h.
194
[45] Sutrisno Hadi,
Metodelogi Research, (Yogyakarta: Andi Offest, 2000), h. 75
[46] Suharsimi
arikunto, Metodelogi penelitian, h. 274
[48] Lexy, J,
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung : PT Remaja rosdakarya,
2012 ), h. 330-331
[49] Sutrisno Hadi,
Metodelogi Research, h. 42
[50]
Dokumen BMT AN-NAAFI’, Batanghari, 2016
[51]
Laporan RAT BMT An-Naafi’ Tahun 2015
[52]
Abdi Muhsinin, Manager
BMT AN-NAAFI’ Batanghari, Wawancara, 18
Agustus 2016
[53]Dokumen
BMT AN-NAAFI’ Batanghari 2016
[54] Profil BMT AN-NAAFI’ Batanghari 2016
[55]Abdi Muhsinin, Manager
BMT AN-NAAFI’ Batanghari, Wawancara, 18
Agustus 2016
[56]
Dokumen RAT BMT AN-NAAFI’ Batanghari 2015
[62]Ibid
[66]
Ibid
[68]
Laporan RAT Tahun 2015
0 komentar:
Posting Komentar